Rabu, 15 Juni 2016

Tips Menangani Tantrum Pada Balita

Temper Tantrum, Sumber foto: huffingtonpost.com
Bagi setiap kita yang berhadapan dengan anak-anak kecil, rasanya kata tantrum sudah tidak asing lagi. Tantrum dapat didefiniskan sebagai luapan emosi atau amarah. Mendengar kata tantrum, rasanya konotasinya negatif. Tantrum setiap anak pun berbeda-beda. Ada yang levelnya masih ringan, menangis misalnya. Ada juga yang levelnya lumayan tinggi, seperti melempar barang ataupun memukul orang. 

Banyak orang tua, yang tidak mau mempunyai konflik dengan anak, membebaskan anak melakukan apapun yang mereka suka, supaya tidak tantrum. Apalagi kalau diluar rumah. Hal ini mungkin jadi win-win solution. Si anak tidak meledak, orang tua tidak repot dan dapat melakukan yang dia inginkan dan terkesan menjadi orang tua yang baik. Tetapi jika berlanjut, si anak bisa menjadi anak yang semaunya. 

Bagi sebagian orang tua, yang tetap memberikan batasan walau diluar rumah, terkadang mereka harus berurusan dengan yang namanya tantrum ini. Dan saat dilihat oleh orang lain di sekitarnya, sering kali orang lain akan berpikir wah orang tua ini terlalu banyak aturan, makanya anaknya sering rewel. Padahal orang luar ini belum tentu mengerti apa yang sedang terjadi antara orang tua dengan anaknya. Tetapi ada juga anak yang jarang diberi batasan tetapi mudah sekali untuk meledakkan emosinya.


Dengan kata lain, tidak ada standard mengapa si anak bisa tantrum. Saya pun masih belajar menghadapi tantrum, baik saat mengurus anak sendiri maupun saat sedang melayani di pelayanan anak. Maklum, bukan anak sendiri, jadi masih hati-hati supaya tidak menyinggung yang empunya anak.

Beberapa waktu lalu, saya membaca artikel yang cukup bagus, dalam bahasa Inggris, 12 Strategies for Toddler Temper Tantrums. Saya mencoba untuk menerjemahkannya, supaya dapat dibaca oleh banyak orang. Dan penulisnya memang tidak keberatan jika artikel ini diperbanyak, karena tujuannya untuk memberkati banyak orang. Berikut terjemahan bebas (banget) yang saya buat.
              ------------------------------------------------------------------------------------
Tantrum adalah sesuatu yang tidak mungkin dihindari jika kita menghabiskan waktu dengan batita dan balita. Walaupun tantrum biasanya memuncak saat anak berumur 2 atau 3 tahun, balita juga memanipulasi tantrum untuk mendapatkan kendali atau kekuasaan dan mendeklarasikan kemandirian mereka. Saat anak-anak yang lebih besar tidak memelajari cara untuk mengendalikan amarah, tantrum juga dapat terjadi.

Temper tantrum (ledakan amarah) biasanya muncul sebagai output dari seorang anak yang merasa frustasi atas perubahan pada fisik, emosi, kognitif, ataupun sosial. Anak yang berumur 15 bulan dapat mempunyai tantrum karena dia lapar atau haus dan belum mampu untuk mengkomunikasikan apa yang dia butuhkan. Anak yang berumur 2 tahun dapat juga mempunyai respon seperti itu karena rutinitas yang biasa dilakukan telah dikompromikan. Anak yang berumur tiga atau empat tahun dapat mengalami tantrum karena keinginan mereka untuk mandiri bertentangan dengan kemampuan mereka untuk menyelesaikan suatu tugas. Anak ini sangat ingin berhasil tetapi kurangnya kemampuan dan atau kendali orang tua menjadi kendalanya. 

Dalam menghadapi tantrum pada balita, saya selalu merasa empati kepada anak dan orang tua. Emosi yang tidak dapat dikendalikan dapat begitu menakutkan dan berlebihan pada anak-anak. Sedangkan untuk orang dewasa, anak yang tantrum di tengah-tengah ibadah ataupun saat berbelanja dapat menimbulkan rasa malu. Beberapa orang tua akan cepat memberi respon pada anak-anaknya, sebagai cerminan dari kemampuan parenting-nya. Terkadang anggota keluarga dan orang-orang yang melihat keadaan ini membuat keadaan bertambah buruk dengan nimbrung dan men-judge berdasarkan rasa simpati. Rasanya tidak ada yang menang dalam kasus ini.

Lalu, apa yang dapat kita lakukan sebagai orang tua saat kita mempunyai anak yang secara konsisten tantrum. Apa yang dapat kita lakukan sebagai pelayan anak saat menghadapi tantrum? Bagaimana kita dapat mencegahnya?

Dalam artikel ini, saya menyertakan beberapa strategi praktis untuk merespon tantrum. Bagaimanapun juga, dalam usaha untuk menyediakan informasi yang menyeluruh, ketahuilah bahwa di rumah kami pun masih berjuang menghadapi tantrum, tetapi kami memiliki kemajuan yang cukup baik dengan melakukan strategi-strategi berikut.

Strategi Praktis untuk Mencegah Ledakan Amarah (Temper Tantrum)
1. Pastikan bahwa setiap kebutuhan fisik si anak terpenuhi. Yang terkadang menjadi pemicu adalah rasa lapar atau haus, kurang tidur, dan atau rasa tidak nyaman dengan baju, sepatu, dan sebagainya.
2. Cegah tantrum dengan konsistensi, keteraturan, dan struktur. Anak-anak bertumbuh dalam rutinitas.
3. Sediakan dorongan yang konstan dan atensi yang postif. Terkadang tantrum disebabkan oleh rasa frustasi anak karena anak merasa kurangnya waktu kebersamaan.
4. Selalu persiapkan anak-anak untuk transisi secara verbal atau dengan tanda non-verbal. Buatlah transisi menjadi menyenangkan dengan lagu, permainan, dan permainan drama.
5. Berikan anak-anak pilihan, tapi jangan terlalu banyak sampai membingungkan, sekitar dua atau tiga supaya mereka mengalami perasaan mandiri dan mempunyai kendali juga.
6. Ajarkan mekanisme coping atau cara yang sehat untuk mengendalikan kemarahan seperti: merobek kertas, meremas koran, membuat karya seni, gerakan fisik, berdoa, mengungkapkan emosi secara verbal (berkata: saya marah), dan sebagainya.

Strategi Praktis untuk Merespon Tantrum
1. Tetaplah tenang dan temukan spot yang sepi untuk anak memroses emosinya.
2. Posisikan diri kita pada level anak-anak, dengan berjongkok atau duduk, agar anak tidak mengira kita adalah ancaman baginya. Berbicaralah dengan tenang.
3. Doronglah anak untuk menggunakan kata-kata atau bahasa isyarat untuk mengkomunikasikan frustasinya secara spesifik.
4. Akuilah perasaan atau emosi si anak. Kita dapat mengatakan: "Sepertinya kamu marah karena____ mengambil mainan. Kamu pasti senang bermain dengan mainan itu." 
5. Perjelas dan bedakanlah antara marah dan respon yang tidak seharusnya. Kita dapat mengatakan: "Ya, tidak apa kamu kesal. Tapi tidak baik untuk memukul teman dan berteriak."
6. Tetapkan konsekuensi atas tindakan mereka, tetapi sesuai dengan umurnya. Pastikan anak mengerti bahwa konsekuensi dari tindakan mereka tersebut didasari anugerah dan rasa sayang kita. Berdoalah dengan anak tersebut.
Diatas segalanya, responlah dengan kasih yang tidak bersyarat yang telah dicontohkan Yesus dengan begitu indahnya. Kita tidak mempunyai contoh yang lebih besar selain Dia.
              ------------------------------------------------------------------------------------
Saat saya membaca artikel tersebut, saya merasa diingatkan kembali. Terkadang saat anak berulah dan menjadi tantrum, kita sering kali langsung menyalahkan si anak. Padahal bisa jadi tantrum tersebut terjadi karena faktor yang harusnya datang dari kita, seperti pada poin 1. Terkadang sebagai orang tua kita lalai untuk menyediakan kebutuhan anak-anak, dengan anggapan anak telah cukup mandiri, sehingga saat anak-anak tantrum kita langsung emosi. Jadi sebelum ikutan jadi emosi, mari kita check terlebih dahulu kebutuhan apa yang kurang.


Selain itu, berdasarkan pengalaman, anak-anak mudah sekali tantrum kalau sedang tidak enak badan. Biasanya kalau anak-anak sakit dan berulah, saya sering berkata mama tahu kamu merasa tidak nyaman, tapi itu bukan alasan untuk kamu jadi rewel. 

Satu hal lagi, silly but it works, saat anak-anak mulai rewel tidak jelas dan berulah, ajaklah anak-anak ke toilet. Saat Duo Lynns mulai rewel, biasanya diakhiri dengan meminta ke kamar mandi. Setelah ke toilet, suasana menjadi lebih kondusif. Saat saya melayani di kelas anak batita, kalau ada anak yang mulai rewel tidak karuan, lalu anak itu minta ke toilet, terkadang setelah dari toilet anak ini menjadi lebih tenang. Mungkin anak-anak menjadi rewel karena menahan pipis =))

Dan seperti dituliskan di atas, responlah dengan kasih dan bukan dengan emosi, sehingga yang ditangkap itu bukanlah emosi kita. Ingatlah bahwa dasar dari setiap hal yang kita lakukan adalah karena kita mengasihi anak-anak ini dan mengasihi Tuhan. It's easy to say but it's hard to do, but with His help we'll be able to do that. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar