Sabtu, 14 Mei 2016

Maria yang Me-Martha-kan Orang Lain

courtesy of sermon4kids.com
Pernah dengar kisah tentang Maria dan Martha? Pasti dari zaman masih ikut sekolah minggu sudah sering sekali mendengar kisah ini. Dan pasti kakak di sekolah minggu selalu bilang jadilah seperti Maria, yang duduk manis untuk mendengarkan firman Tuhan, jangan seperti Martha yang terlalu sibuk mengurus ini-itu dan melewatkan bagian yang terbaik. Saya dan beberapa orang yang terlibat dalam pelayanan mahasiswa pernah membahas bahwa sekiranya Martha mengerjakan ini-itu tanpa mengeluh, mungkin ia juga tidak akan melewatkan bagian yang terbaik.

Tetapi saat ini yang saya lihat banyak sekali pemikiran orang tua yang berusaha menjadi Maria dengan cara me-Martha-kan orang lain. Maksudnya apa sih? Banyak orang yang mau menikmati 'me time' dan menuntut orang lain menjadi Martha. Mereka menuntut orang untuk mengurus hal ini dan hal itu, agar mereka menikmati waktu mereka. Tetapi mereka lupa bahwa orang-orang yang mereka jadikan 'Martha' juga ingin berkesempatan menikmati waktu menjadi 'Maria'. 

Dan parahnya, sikap ini dibawa juga ke dalam pelayanan anak. Beberapa orang tua ingin menikmati waktu ibadah mereka. Malah kalau perlu disetiap kegiatan, mereka kepengen juga ada 'daycare' supaya mereka bisa mengikuti kegiatan tersebut. Oleh sebab itu mereka menuntut pelayan anak untuk mengurus segala hal tentang anaknya, dan menuntut pelayan anak harus mampu membuat anak mereka betah di kelas mereka. Bahkan ada beberapa orang tua yang berpikir jika anak saya tidak suka di kelas tersebut, pasti karena kakaknya kurang kompeten dan tidak dapat meng-handle anak-anak mereka. Lalu orang tua tersebut mencoba ikut mengatur supaya pelayanan anak tersebut sesuai dengan maunya mereka, dan orang tua-orang tua ini berkelompoklah dengan orang tua lain yang sejenis yang juga merasa seperti itu.

Padahal anak-anak adalah tanggung jawab orang tua. Orang tua, yang selalu berkata saya tahu anak saya seperti apa, terkadang tidak tahu lupa dengan yang namanya waktu untuk beradaptasi, sehingga saat anak tidak mau masuk kelas mereka berpikir pasti ada kakak yang membuat anak mereka trauma. Terkadang mereka juga lupa bisa jadi sikap anak mereka di kelas bisa jadi tidak sepolos yang mereka pikirkan, atau malah anak mereka provokator penggagas setiap hal 'unik' di kelas. Terkadang mereka lupa bahwa anak-anak yang ada di kelas itu mempunyai berbagai macam latar belakang yang di luar kendali kakak-kakaknya, sehingga jika anak mereka meniru anak-anak yang lain (atau bahkan 'disentuh' atau 'tersentuh' oleh anak-anak tersebut secara tiba-tiba), bukan berarti itu salah kakak-kakaknya. Terkadang mereka lupa jika anak mereka 'berkeliaran' sana-sini, pasti karena anak-anak ini sudah terbiasa dibiarkan 'berkeliaran' oleh orang tua mereka. Dan...terkadang mereka lupa bahwa kakak-kakak juga mau duduk diam seperti Maria.  

Sambil menulis, saya berpikir saya tidak mau menjadi orang tua yang membuat orang lain menjadi Martha. Saya juga mau bisa menikmati ibadah ataupun kegiatan yang ada, tetapi saya tidak mau membuat susah orang lain. Saya mau anak-anak saya mandiri tapi tidak semaunya. What should I do then? Yang terlintas adalah kalimat berikut:
Train up your child in the way he should go, and when he is old he will not depart from it (Prov 22:6)
Dengan kata lain, adalah tanggung jawab saya dan suami untuk mendidik anak-anak kami supaya gak 'neko-neko'. Tanggung jawab kami sebagai orang tua untuk mengajarkan anak-anak menjadi teratur dan sopan. Tanggung jawab kami sebagai orang tua (only by His grace) untuk mengenalkan Tuhan kepada anak-anak sehingga anak-anak menjadi pribadi yang mengasihi Tuhan dan sesama. Tanggung jawab saya juga sebagai orang tua untuk memahami bahwa orang lain ingin juga menjadi Maria, duduk manis juga. 

Bagaimana dengan pelayan anak? Pelayan anak pun harus mau untuk membekali diri mereka dengan pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai anak-anak. Kakak-kakak harus mau untuk mengenal setiap anak di kelas mereka, baik yang lucu atau tidak, karena pelayanan mereka bukan hanya karena mereka mengasihi anak-anak tetapi karena mereka mengasihi Tuhan. Kakak-kakak ini juga harus menyadari bahwa mereka bukan petugas daycare, tetapi mereka mendapatkan privilege, hak istimewa, untuk mengenalkan Tuhan kepada setiap anak yang ada di kelas. Walau rasanya tiap hari Minggu terkesan sama, namun sebetulnya setiap hari Minggu merupakan hari istimewa bagi anak-anak yang mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan. 

Walah, tidak mudah ya menjadi orang tua. Memang tidak, menjadi orang tua merupakan proses pembelajaran seumur hidup. Dan tidak mudah juga menjadi pelayan anak. Perlu proses belajar juga, dan mengikuti perkembangan yang ada, karena pelayan anak berhubungan dengan anak-anak yang dinamis. 

Semoga artikel singkat ini membuat saya dan juga orang tua lain tidak menjadi Maria yang me-Martha-kan orang lain.


PS: pencerahan ini didapatkan sejak sebelum kami terlibat menjadi pelayan anak, bukan karena kami menjadi pelayan anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar